Profie Pejuang Demokrasi Ekonomi Masa 4.0

Oleh: Jeremia Bonifasius Manurung


Selepas runtuhnya Uni Soviet, mudah hampir seluruh negara di dunia memakai sistem kapitalisme sebagai metode pengelolaan ekonomi. Prinsip-prinsip menyerupai akumulasi modal, pengambilan keputusan sepihak oleh jajaran direksi dan pemilik saham, serta maksimalisasi laba sambil meminimalisasi biaya meski harus mengorbankan lingkungan dan pekerja menjadi jamak.

Di tengah hiruk pikuk kapitalisme, tetap ada orang yang percaya bahwa ekonomi dan segala tetek bengeknya bisa dikelola dengan cara alternatif. Metode alternatif dari kapitalisme tersebut masyhur disebut co-operative atau dalam Bahasa Indonesia kita menyebutnya koperasi.

Sebagai teladan yakni Mondragon Cooperatives di Basque, Spanyol. Mereka merupakan perusahaan dengan nilai sekitar tiga ratus triliun rupiah yang dikelola dengan metode koperasi. Di sana, tidak ada eksploitasi pekerja, pendapatan yang setara antara direksi dan karyawan paling rendah, dan tidak ada pengumpulan kekayaan yang hanya dinikmati segelintir direksi dan pemegang saham. Di Mondragon, semua pekerjanya yakni pemilik perusahaan. Perbandingan honor pekerja paling rendah dan paling tinggi diatur dihentikan lebih dari 1:8. Puncaknya, sistem koperasi yang sering dipandang sebelah mata itu bisa menciptakan Mondragon menjadi perusahaan konglomerasi ke 4 paling bernilai di Spanyol.

Lain di Spanyol lain juga di Indonesia. Di sini koperasi telah tereduksi menjadi sekedar koperasi perkumpulan karyawan atau koperasi simpan pinjam. Namun ternyata ada orang atau sekelompok orang yang meyakini bahwa koperasi bisa jadi metode pengelolaan ekonomi yang berhasil dan juga berjuang mewujudkan visi tersebut. Salah satu orang tersebut yakni Muhamad Sena Luphdika.


M. Sena Luphdika
Muhamad Sena Luphdika atau erat dipanggil Sena yakni CEO dari Meridian.id. Meridian.id yakni sebuah software house yang berlokasi di Bandung. Sena memang erat dengan dunia teknologi info dan startup. Sena menjadi mentor di Bekup, salah satu agenda dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) untuk dunia startup. Di Meridian.id Sena juga pernah mengadakan agenda Built What You Love untuk membantu startup-startup di sekitar Bandung membangun perusahaan mereka.

Sena juga pelopor platform co-operative. Platform co-operative atau biasa disebut platform co-ops adalah metode pengelolaan startup dengan prinsip co-operativisme atau koperasi.  Dia pernah mengikuti konferensi startup platform co-ops di Hongkong pada 2018 silam.            


Ketertarikan Kepada Koperasi



Sena bercerita bahwa ada beberapa hal yang menciptakan ia tertarik kemudian tergerak menggeluti dunia koperasi. Sebagai orang yang pernah berguru formal ihwal teknologi info dan berkecimpung di dunia tersebut sehabis lulus, Sena pernah mengalami kegalauan. Dia pernah bertanya-tanya,”Apa sih IT?”.  Sena juga mepertanyakan ihwal hype valuasi atau nilai perusahaan startup yang menurutnya bersifat gorengan. Muncul ketidakpuasan terhadap dunia IT dan per-startup-an. “Merasa ga puas aja”, begitu katanya.  Puncak ketidakpuasannya yakni fakta-fakta mengenai ketidakadilan perusahaan-perusahaan startup terhadap orang-orang yang dipangggil partner menyerupai pada Gojek atau Uber. Menurutnya, kawan yakni istilah yang tidak sempurna sebab yang terjadi yakni kekerabatan tidak seimbang yang menjurus eksploitasi terhadap “mitra”.




Hal kedua yang membuatnya tersadar yakni mengenai kesenjangan dan lapangan pekerjaan. Dulu Sena ingin mendirikan perusahaan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. Baginya, kesenjangan yakni problem paling pelik yang menjadi pemicu untuk banyak problem sosial lain.




“Kepikiran untuk bikin holding”, tuturnya mengingat masa lalu. Menurutnya dulu, perusahaan holdingakan memperlihatkan pekerjaan kepada orang-orang dan itu cukup untuk mengentaskan kesenjangan ekonomi. Tapi  Sena tersadar, ketika  fakta di lapangan memperlihatkan meskipun perusahaan holding sudah banyak, namun kesenjangan tetap ada bahkan semakin menjadi-jadi. Di situ beliau berkesimpulan, bukan banyaknya perusahaan yang menjadi poin penting namun bagaimana perusahaan tersebut dikelola.






Perusahaan holding atau startup sekalipun bila dikelola dengan gaya lama tidak akan mengentaskan kesenjangan.  Sena percaya bahwa yang harus dilakukan yakni mengubah pola pengelolaan perusahaan.  “Sistem dan strukturnya yang harus diganti”, begitulah kesimpulan dia.




Menurutnya, untuk mengentaskan kesenjangan perusahaan haruslah dikelola secara demokratis. Artinya, tiap orang yang terlibat dalam proses produksi perusahaan harus terlibat dalam pengambilan keputusan, kesimpulan, dan penentuan arah perusahaan. Jika keputusan perusahaan berdampak bagi pekerja maka pekerja berhak untuk turut menyuarakan pendapat dan berperan dalam proses pengambilan keputusan.




Saat ini, pada perusahaan umumnya, pengambilan keputusan ditempatkan pada segelintir pemegang saham dan direksi. Apa barang yang harus diproduksi, kapan/di mana barang tersebut diproduksi, bagaimana cara memproduksinya dan apa yang akan dilakukan pada laba yang dihasilkan ditentukan oleh segelintir orang tadi. Semuanya tergantung pada benevolentleader. Jika pemimpinnya baik, semua proses di atas akan baik.




Namun bagaimana jika pemimpinya buruk? Tentu yang dihasilkan yakni hal yang buruk. Apalagi kalau pemimpin hanya punya satu tujuan. Pemimpin perusahaan hanya peduli pada bagaimana menghasilkan laba sebanyak-banyaknya dengan biaya ekonomi yang sekecil-kecilnya. Biaya yang sekecil-kecilnya seringkali mengorbankan lingkungan dan mengeksploitasi pekerja




Pekerja berada pada posisi yang amat lemah. Mereka tidak bisa melawan atau sekadar memperlihatkan ketidaksetujuan. Dalam sistem yang umum dikala ini, secara struktural melawan artinya siap untuk dipecat. Hal inilah yang dilihat Sena menciptakan pekerja tidak punya kekuatan dan terus dieksploitasi




Ketidakberdayaan pekerja juga termasuk dalam urusan mendistribusi laba perusahaan. Pekerja mudah “nrimo” saja honor yang disodorkan pada mereka. Pilihan mereka yakni ambil honor kecil itu atau tidak makan. Ujung dari perbedaan pendapatan yang mencolok yakni kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekomi akan memicu terciptanya kesenjangan-kesenjangan lain menyerupai sosial, pendidikan, kualitas hidup, kesempatan kerja dan masih banyak lagi.




Melihat realitas menyerupai di atas, Sena berkesimpulan bahwa bila kita ingin mengubah keadaan secara lebih fundamental kita perlu mengubah sistem dan struktur pengelolaan perusahaan. Dari yang awalnya otoritarian menjadi demokrasi. Dari yang awalnya keputusan diambil oleh segelintir orang menjadi semua orang berhak memilih arah/keputusan. Keputusan tertinggi ada di anggota bukan pada segelintir direksi dan pemegang saham .



Ekonomi Baru: Mulai Dari Lingkungan Sendiri




Bagi Sena, tema ekonomi gres yakni tema yang menarik. Dia beropini bahwa menyadari bahwa kita membutuhkan sistem ekonomi baru,adalah awal yang bagus. “Apabila kita memutuskan untuk memakai sistem yang baru, kita harus sadar bahwa yang lama itu jelek, usang, punya kekurangan”, jelasnya. “Kalo ngga kenapa harus buat yang baru?”, beliau menambahkan.




Sadar bahwa sistemnya harus diganti yakni suatu kemajuan. Namun tentu akan lebih baik bila dilanjutkan dengan mengetahui inspirasi penggantinya. Menurut Sena inilah yang menciptakan memperjuangkan koperasi sudah sulit dari awalnya.




Sena menyadari bahwa bagi orang kebanyakan koperasi itu yakni tiga hal yang berkonotasi negatif. Pertama, koperasi yakni inspirasi jadul atau usang. Kedua, koperasi juga dipandang sempit hanya koperasi simpan pinjam atau koperasi karyawan saja. Ketiga, koperasi dianggap buruk sehabis maraknya kejadian koperasi bodong yang alhasil malah menggelapkan uang anggota menyerupai Koperasi Cipaganti dan Koperasi Pandawa.




Bagi Sena, membuat koperasi menjadi hal yang umum dan dimengerti banyak orang yakni tantangan dan poin awal yang krusial. Mengubah pola pikir orang mengenai koperasi akan menciptakan usaha mengkoperasikan sekitar kita menjadi lebih mudah.




Karena koperasi sudah mendapat predikat buruk, Sena mengungkapkan bahwa beliau sering memakai kata lain untuk menjelaskan koperasi. Menurutnya koperasi harus di-rebranding. Kita masih bisa menjelaskan nilai-nilai koperasi tanpa memakai kata-kata koperasi.” Pake aja kolektif, kerjasama, gotong royong, demokrasi ekonomi, atau yang lain”, begitu beliau mencontohkan. Baginya yang lebih penting yakni nilai dibanding kata-katanya saja. Di masa depan, harapannya orang-orang melihat dan tersadar bahwa ternyata selama ini nilai-nilai yang mereka lihat bergotong-royong nilai-nilai koperasi.


Selain itu, bagi Sena kita bisa mulai dari diri sendiri dahulu saja sebagaimana Sena memulainya di kantor. Hal yang paling bisa kita ubah yakni diri kita sendiri. Namun tentu prinsip koperasi bukanlah ihwal individu namun ihwal kolektivitas. Kumpulan orang yang paling bisa dan bisa kita yakinkan yakni teman-teman kita sendiri dan keluarga.

Rapat Koperasi Ardhini
Sena mendirikan Koperasi Ardhini di lokasi kantor Meridian.id. Kebetulan, di lokasi tersebut ada startup dan usaha lainya berkantor sehingga koperasi yang dinamakan Koperasi Ardhini tersebut tidak kecil-kecil amat. Dia memulainya dengan mendirikan koperasi konsumsi dimana setiap orang di kantor menjadi pemilik suatu usaha catering dan rumah kopi di kantor tersebut.



Prinsip bahwa pengambil keputusan tertinggi yakni musyawarah dengan setiap anggota yakni pemilik koperasi inilah yang coba Sena jalankan. Koperasi Ardhini rutin bermusyawarah untuk menetukan arah koperasi. Penulis pernah mengikuti sendiri rapat koperasi dan menyaksikan anggota-anggota koperasi berdiskusi untuk memilih sajian harian serta taktik perluasan ke kantor atau co-working space sekitar kantor Meridian.id.



Petikan penting

Memiliki visi besar dan mulia dalam hidup tentu penting. Mewujudkan visi tersebut tentu lebih penting lagi. Disinilah kita sering gagal. Mengubah sesuatu yang ada di kepala kita dan mengguratkannya di masyarakat yakni tantangan yang maha berat. Namun dari Sena, saya berguru bahwa memulai dari yang sederhana dan dari sekitar kita yakni langkah awal yang paling mungkin. Kita sering “grasa grusu” ingin mewujudkan visi namun kurang peka terhadap tantangan lapangan dan kemampuan diri sendiri. Hal ini harus dihindari bila kita ingin mewujudkan visi kita dan berusaha secara berkelanjutan.

Hal kedua yang juga penting yakni adaptasi. Kita harus bisa mengukur bagaimana persepsi sekitar kita terhadap visi yang ingin kita tuju. Berkelit mencari jalan lain yakni salah satu cara jitu. Kompromi terhadap ketidakidealan juga penting asal tujuanya yakni penyesuaian dan tetap mendekatkan kita pada visi.

Tentu masih banyak diam-diam sukses dalam memperjuangkan visi ekonomi baru. Apa yang Sena pancarkan yakni teladan bagaimana  di awal kita harus bertindak. Dengan demikian kita dapat menjalankan usaha dengan lebih berkelanjutan dan bisa mewujudkan visi sistem ekonomi gres di masa depan.

  
Sumber http://proaktif-online.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Profie Pejuang Demokrasi Ekonomi Masa 4.0"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel