Bagaimana Cara Membuat Pria Tergila-Gila?

Siska berdiri. Berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, merasa cemas. Isi perutnya seperti sedang diremas-remas dan diaduk-aduk. Dia merasa sakit, takut, lemah.

Selama beberapa jam tadi dia hanya bisa menangis, hingga matanya menjadi bengkak dan terasa sakit.

Namun sepertinya itu bukan masalah bagi Iwan yang berada di ujung telepon satunya. Pria tersebut tetap bersikap menjaga jarak, tetap dingin.

Sebenarnya Siska hanya berharap agar Iwan dapat menyukai dan menginginkan dirinya, sama seperti dirinya yang selalu mencintai dan menginginkan pria tersebut. Namun sepertinya hal itu tidak akan pernah terjadi, hingga akhirnya rasa takut mulai mengusai Siska.

Dia mendesak Iwan dengan pertanyaan-pertanyaan yang selalu membebani pikirannya selama ini. Dia ingin tahu kenyataan yang sebenarnya. Apakah ini semua hanya sebuah permainan ... apa dia telah dipermainkan secara emosional?

Apa selama ini pria tersebut memang tidak pernah benar-benar menginginkannya ... sama sekali?

“Sebenernya kamu tuh gimana sih ke aku ... apa kamu memang serius ... mau menikahi aku?”, Siska bertanya ragu-ragu, senyuman gugup tergurat di wajahnya. Dalam hati dia berharap Iwan akan mengatakan IYA.

Namun pria tersebut tidak menjawab apa-apa. Dan keheningan total itu menghancurkan secuil harapan yang telah dipertahankannya selama ini. Air mata kembali meleleh membasahi pipinya.

Dia mendengar sedikit dengusan napas. Dia tahu kalau pria tersebut merasa kesal, namun Siska terus melanjutkan — “Aku mau bisa terus sama kamu. Kamu kan tau kalo aku sayang banget sama kamu. Memangnya aku salah apa sih? Bilang dong, kasih tau apa salahku...?”, Siska memohon ... sambil menggigiti kukunya dengan gelisah.

Iwan tidak banyak berkata apa-apa selama dua jam mereka berbicara melalui telepon. Sementara Siska terus mencoba membujuk untuk mengetahui apa yang sebenarnya ada di dalam lubuk hati pria tersebut.

Dia ingin tahu lebih banyak, untuk bisa mencegah agar Iwan tidak pergi meninggalkan dirinya, ataupun mengabaikannya.

Memang selama ini Iwan sudah pernah memberikan beberapa alasan kepadanya – bahwa dia belum siap secara finansial ... bahwa dia masih memiliki masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu ... sebelum memikirkan untuk berkomitmen dan hidup menetap.

Namun tidak satupun dari jawaban Iwan yang dapat membuat Siska merasa tenang, tidak ada yang terasa memuaskan. Dan itu membuat Siska mulai meragukan Iwan. Dia tidak yakin lagi kalau hubungan mereka memang akan berlanjut ke tahap selanjutnya.

Sesuatu di dalam dirinya meneriakkan kalau selama ini pria tersebut hanya membohonginya, bahwa Iwan tidak pernah BENAR-BENAR ingin bersamanya.

Tapi ... dia sangat berharap agar pria tersebut tetap tinggal. Dia tidak mau Iwan menelantarkan dirinya. Dia butuh Iwan untuk bisa membuatnya merasa nyaman, dicintai, diinginkan, dimengerti, dan yang paling penting ... diterima apa adanya.

Sayangnya, selama beberapa jam berbicara melalui telepon, Siska merasa seolah-olah tengah berbicara dengan orang yang sama sekali berbeda.

Kenapa dia bisa berubah seperti itu? Begitu dingin. Dan kebanyakan jawaban yang diberikannya hanya, “Mmmm” atau “Aku nggak tau”.

Padahal Siska hanya ingin tahu kalau Iwan akan selalu ada untuknya, bahwa Iwan tidak akan meninggalkannya. Sekarang Siska malah merasa bersalah karena telah memberikan pertanyaan yang mendesak tersebut.

Dia berpikir – seandainya saja dia tidak memulai membahas itu, maka mereka mungkin masih membahas tentang pekerjaan pria tersebut, atau cerita tentang liburan keluarganya.

Tapi kemudian dia juga merasa bahwa itu memang harus dilakukan, karena selama berbulan-bulan ini dia memiliki perasaan tidak enak di dalam hatinya. Dia merasa ... seperti pria-pria yang sebelumnya, bahwa Iwan juga akan lari darinya. Pria ini juga akan menelantarkan dan meninggalkannya.

Dia bisa melihat dengan jelas tanda-tanda dan buktinya, baik itu melalui perilaku ataupun tindak-tanduk yang ditunjukkan Iwan belakangan ini.

Sepertinya semakin dia berkorban ... semakin dia ada untuknya ... semakin dia berusaha menyenangkannya – maka semakin jauh dan kasar pria tersebut kepadanya. Iwan mengkritik semua yang telah dia lakukan, seolah-olah semuanya tidak pernah benar. Tidak pernah cukup baik.

Iwan mulai mengabaikan telepon darinya, dan memberikan berbagai alasan mengapa dia tidak mengangkatnya. Mereka sudah mulai jarang bertemu dan melewati waktu bersama. Bahkan, Iwan membatalkan kencan candle light dinner yang telah mereka rencanakan selama berbulan-bulan, padahal mereka telah mem-booking tempat dan membayarnya diawal.

Saat kenyataan-kenyataan tersebut mulai merangkak ke permukaan, hanya satu yang bisa dirasakan oleh Siska ... putus asa.

Dia tersentak dari lamunannya, Siska menyadari bahwa dia telah larut dalam pikirannya sendiri selama beberapa menit tadi, dan Iwan juga tidak ada berbicara apapun selama beberapa menit tersebut. Siska menarik telepon dari telinganya, melihat ke layar.

Telepon telah berakhir 7 menit yang lalu.

Iwan menutup telepon darinya, dan dia sama sekali tidak menyadari itu karena begitu tenggelam dalam semua skenario yang ada dalam pikirannya sendiri.

Rasa keputus-asaan membanjiri seluruh tubuhnya saat ini. Dia menyadari bahwa dia baru saja kehilangan pria tersebut. Sambil menggertakkan giginya Siska dengan cepat menekan nomor telepon Iwan untuk menghubunginya kembali.

Terdengar suara wanita yang mengangkat.
Sumber http://www.tangkapdanpertahankandia.info

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Bagaimana Cara Membuat Pria Tergila-Gila?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel